Selasa, 11 September 2018

Kajian Drama Korea #2

Kajian Drama Korea dalam Analisis Kontekstual




A. Teori unsur-unsur interinsik berupa tema (theme), alur (plot), tokoh (character), dan latar (setting)

Tema               : Film mitologi
Alur (plot)       : Maju
Character         : Multi dramatik ( Antagonis , Protagonis dan tetragonis)
Latar /Setting   : Korea pada masa modern tahun 2016 an .





Karakter utama

Seorang putri duyung di era Joseon / Seorang mermaid di masa modern yang tiba di Seoul untuk mengikuti pria yang dicintainya, Joon-jae. Dia memiliki kekuatan super dan kemampuan untuk menghapus ingatan seseorang.
  • Lee Min-ho sebagai Kim Dam-ryeong / Heo Joon-jae
    • Jeon Jin-seo sebagai Joon-jae kecil
    • Park Jin-young sebagai Dam-ryeong / Joon-jae remaja
Kepala desa dan anak hakim di era Joseon yang jatuh cinta dengan seorang putri duyung / Seorang penipu di masa modern yang menggunakan paras dan kecerdasannya untuk berubah menjadi orang yang berbeda dan melakukan penipuan. Ia akhirnya bertemu dan jatuh cinta dengan seorang putri duyung di kehidupannya saat ini.

Pendukung

Seorang penipu dan guru pribadi Joon-jae. Ia melatih Joon-jae untuk menjadi seorang penipu hebat bersama dengannya. Inkarnasi Joseon-nya adalah Park Moo, yang berkerja dengan kakak tiri Joon-jae di kehidupan masa lampau mereka. Ia kemudian menunjukkan kesetiaannya terhadap Dam-ryeong dan Joon-jae di era Joseon juga masa modern.
Seorang hacker jenius dan seorang penipu bersama dengan Joon-jae dan Nam-doo. Seseorang yang tenang yang suka bermain game komputer. Ia awalnya naksir dengan Shim Cheong, tapi akhirnya jatuh cinta dengan Shi-ah.
Adik kelas Joon-jae di universitas yang memiliki cinta yang tak terbalas terhadapnya, dan seorang peneliti di KAIST. Melalui pekerjaannya, ia menemukan beberapa artefak yang berhubungan dengan Dam-ryeong dari era Joseon dan membantu Joon-jae menemukan identitas masa lampaunya. Ia diungkapkan sebagai mendiang istri Dam-ryeong di era Joseon.


SINOPSIS FILM 
Legend Of The Blue Sea 

Drama Korea ‘The Legend Of The Blue Sea’ ini sendiri dikabakan mengangkat cerita legenda putri duyung di era Joseon dimana diadaptasi dari cerita ‘Eou Yadam’ karya sarjana di era Joseon yakni Yu Mong In.  Bahkan saking istimewanya, saluran tv Korea, SBS langsung membeli hak siarnya. Drama Lee Min Ho dan Jun Ji Hyun ini sendiri akan mulai ditayangkan pada 16 November 2016 hingga 19 Januari 2017 menggantikan drama ‘Jealousy Incarnation’. Drama putri duyung ini memiliki total 20 episode.
Sinopsis Drama Korea ‘The Legend Of The Blue Sea’ mengangkat cerita seorang nelayan yang menangkap putri duyung namun melepaskannya kembali. Berkisah mengenai kisah cinta antara seorang anak dari keluarga bangsawan di era Joseon dan sosok putri duyung dimana keduanya terlempar di zaman modern yakni di kota Seoul. 
Putri duyung masa Joseon yakni Shim Chung (Jun Ji Hyun) menyadari bahwa dirinya kini terlempar di era modern. Sinopsis The Legend of The Blue Sea, Dia kemudian ditangkap oleh Heo Joon Jae (Lee Min Ho) yang merupakan seoang pria tampan namun dingin sekaligus putra seorang bangsawan saat di era Joseon. Di era modern Joon Jae bekerja pada Jo Nam Doo (Lee Hee Joon) sebagai seorang penipu ulung.
Kehidupan Shim Chung tersebut pun berubah semnejak bertemu dengan Heo Joon Jae  yang tampan dan dingin. Bahkan ia banyak mendapat kesulitan dalam hdupnya meskipun lambat laun Joon Jae mulai menyukai Sim Chung yang dapat berubah menjadi manusia dengan dua kaki. Sinopsis The Legend Of The Blue Sea ini juga menceritakan dimana Joon Jae memiliki teman bernama Cha Shi Ah (Shin Hye Sun) yang bekerja sebagai peneliti di KAIST dimana merupakan harapan satus atunya bagi Shim Chung supaya ia dapat bertahan di dunia baru ini.
Dalam episode terakhir The Legend of The Blue Sea, Lee Min Ho dan Jun Ji Hyun membuat pemirsa penasaran bagaimana ending dari dua bintang utama tersebut. Mengingat mereka sudah sukses mengubah takdir dari kehidupan masa lalu, akankah perjuangan ini berujung manis, Happy ending. Shim Chung yang berakhir menderita sakit karena luka tembak saat menyelamatkan Heo Joon Jae mau tak mau harus kembali ke habitat aslinya. Putri duyung ini pun memilih pergi dengan membuat orang-orang di sekitar melupakan keberadaanya.
Setelah memutuskan meninggalkan Heo Joon Jae, saat itu juga Shim Chung berpamitan yang lain. Ia meminta semuanya untuk berjabat tangan, satu cara untuk membuat orang-orang melupakan keberadaan sang putri duyung. Meski begitu, ada variabel lain yang muncul saat Shim Chung berpamitan dengan Yoo Na. Nyatanya, anak yang bisa mendengar suara batinnya itu tak mempan untuk dibuat lupa. Hal ini tentu membuat pemirsa bertanya-tanya apakah Heo Joon Jae juga memiliki efek yang sama dengan Yoo Na karena keduanya bisa mendengar suara batin Shim Chung. Rahasia siapa gadis cilik itu di kehidupan masa lalu juga turut terungkap di episode kali ini. Setelah kepergian Shim Chung, Heo Joon Jae menjalani hidupnya dengan cukup berat. Tiga tahun berlalu, ia berakhir melanjutkan kuliah di jurusan hukum dan sedang magang di kantor jaksa yang pernah ditipunya dulu.
Shim Chung pun akhirnya kembali menemui Heo Joon Jae. Saat datang ke rumah pria yang dicintainya itu, ia kembali bertemu dengan Joo Nam Doo, ibu Heo Joon Jae, dan Cha Si Ah yang tidak ingat lagi padanya. Saat Joon Jae datang, pria ini menanyakan identitas Shim Chung. Sang putri duyung terus bergumam, tanpa sadar suaranya masih didengar oleh Heo Joon Jae. Tak lama setelah Heo Joon Jae pergi, Shim Chung pun mencarinya. Yap, mendadak, pria ganteng ini datang membawakan payung untuknya, persis seperti adegan di episode awal Legend of The Blue Sea. Heo Joon Jae pun menceritakan bagaimana hidupnya selama ini. Ia memang melupakan banyak kejadian selama bersama Shim Chung dulu, tapi tetap tak bisa melupakan wanita yang dicintainya tersebut. Pada akhirnya, Heo Joon Jae berakhir menjadi jaksa. Atas permintaannya sendiri, ia ditempatkan di sebuah daerah pinggiran dekat pantai. Joon Jae dan Shim Chung pun hidup di sana berdua. Seperti kebanyakan kisah drama Korea, Shim Chung dan Heo Joon Jae berakhir bahagia. Bahkan Chung sedang hamil dan menikmati kehidupan pernikahan mereka.


B. Pengangkatan Mitologi dalam Film





 1. Mitologi Putri Duyung

Putri Duyung adalah makhluk air legendaris yang memiliki tubuh dan kepala berwujud manusia (wanita), sedangkan tubuh bagian bawahnya menyerupai ikan. Putri Duyung muncul dalam berbagai cerita rakyat banyak budaya di seluruh dunia, termasuk timur dekat (Asia Barat Daya), Eropa, Afrika, dan Asia.Kisah pertamanya muncul di Assyria kuno, di mana dewi Atargatis mengubah dirinya menjadi putri duyung karena malu telah sengaja membunuh kekasihnya yang merupakan seorang manusia.
 
Putri duyung terkadang dikaitkan dengan peristiwa berbahaya seperti banjir, badai, kapal karam, dan penenggelaman. Dalam kisah tradisi lain, putri duyung bisa menjadi makhluk penuh kebaikan atau bermurah hati, melimpahkan anugerah, atau jatuh cinta dengan manusia. Ikan duyung laki-laki disebut sebagai merman, meskipun tradisi dan penampakannya kurang umum dibandingkan putri duyung. Mereka hidup berdampingan dengan putri duyung sebagai rekan. Beberapa sifat atau ciri putri duyung mungkin dipengaruhi oleh Siren dari mitologi Yunani.  Sejarah kisah putri duyung, seperti yang dilaporkan oleh Christopher Columbus selama eksplorasi Karibia, mungkin terinspirasi oleh manatee dan mamalia air serupa lainnya.
 
Meski tidak ada bukti bahwa putri duyung ada di luar cerita rakyat, laporan penampakan putri duyung terus terjadi hingga saat ini, termasuk di abad ke-21 yang terjadi di Israel dan Zimbabwe.  Putri duyung telah menjadi subjek seni dan sastra yang populer dalam beberapa abad, seperti di Hans Christian Andersen's yang terkenal dengan "The Little Mermaid" (1836). Kata mermaid (berarti putri duyung) adalah gabungan dari Inggris kuno mere (laut), dan maid (seorang gadis atau wanita muda). Istilah setara dalam Inggris kuno adalah merewifMereka secara konvesional digambarkan sebagai sosok yang indah dengan rambut panjang yang mengalir.
 
Pada tahun 1493, di lepas pantai Hispaniola, Christopher Columbus melaporkan melihat tiga "bentuk perempuan" yang "naik tinggi keluar dari laut, tapi tidak seindah yang mereka gambarkan". Pada buku catatan perjalanan Blackbeard, bajak laut Inggris, mencatat bahwa dia memerintah krunya dalam beberapa perjalanan untuk menjauh dari peta laut yang dia sebut "enchanted" karena takut akan merfolk atau putri duyung, yang dilaporkan pernah dilihat olehnya dan anggota krunya. Penampakan ini sering diceritakan, dan saling dibagikan oleh pelaut dan bajak laut yang percaya bahwa putri duyung adalah pembawa sial, dan akan menyihir mereka agar menyerah dalam hal emas, dan menyeret mereka ke bagian bawah laut.

Pada pertangahan abad ke-17, John Tradescant The Elder menciptakan Wunderkammer (disebut Tradescant's Ark) yang ia tampilkan bersama benda lain, "mermaid's hand". Dua penampakan putri duyung dilaporkan di Kanada dekat Vancouver dan Victoria, satu penampakan dari suatu waktu antara tahun 1870 dan 1890, dan penampakan lain dari tahun 1967. Seorang nelayan Pennsylvania melaporkan lima penampakan putri duyung di Sungai Susquehanna dekat Marietta pada Juni 1881. Pada abad ke-19, muncul taxidermi bernama Fiji Mermaid (P. T. Barnum) yang diketahui merupakan tipuan. Taxidermi tersebut biasanya dibuat dari monyet dan ikan, yang digabungkan dengan cara dijahit agar memiliki tampilan mermaid yang sangat aneh.


 2. Pengangkatan Putri Duyung Sebagai Latar Cerita

Drama Korea ‘The Legend Of The Blue Sea’ ini sendiri dikabakan mengangkat cerita legenda putri duyung di era Joseon dimana diadaptasi dari cerita ‘Eou Yadam’ karya sarjana di era Joseon yakni Yu Mong In.

Eou yadam (pelafalan Korea: [u.u jadam], "Eou's Unofficial Histories") adalah kumpulan cerita oleh Yu Mong-in (유몽인, 1559–1623), seorang sarjana, pejabat dan penulis Dinasti Joseon Korea ( 1392-1910). [1] Judul ini terdiri dari nama pena, "Eou", dan "yadam", yang dapat secara kasar diterjemahkan sebagai "sejarah tidak resmi" atau "pembicaraan lain-lain" dalam bahasa Inggris. [2] Eou yadam ditulis dalam bahasa Cina klasik, lingua franca tertulis pada masa itu. Itu tetap lima volume dalam satu buku meskipun Eou yadam awalnya terdiri dari 10 volume. Ia dianggap sebagai nenek moyang yadam, kumpulan cerita yang dikumpulkan yang berkembang di akhir periode Joseon. Sementara beberapa orang sezamannya memuji Eou Yadam karena ditulis dengan gaya sastra yang jernih dan ringkas, Eu Yadam tidak pernah diterbitkan hingga akhir abad ke-19 karena karier politik sial Yu Mong-in, yang membeli hukuman mati baginya dan putranya karena desas-desus bahwa mereka berkomplot melawan Raja Injo yang saat itu memerintah. Eu yadam dikutip dalam sejumlah karya sastra Joseon oleh para sarjana seperti Jang Yu (1587–1638), Yi Ik (1681–1763), Jong Yak-yong (1762–1836), dll. Setidaknya ada tiga puluh edisi Eou yang berbeda. yadam masih ada. Ini digunakan oleh keturunan Yu Mong-in untuk merekonstruksi Eou yadam. Versi ini disebut versi Manjong-jae. Sejumlah manuskrip ditemukan di perpustakaan seperti Perpustakaan Nasional Korea dan Kyujanggak, Seoul, Korea Selatan. 


Haenyeo, 
The Mermaid of Jeju~




Cerita mengenai putri duyung yang luar biasa dari Pulau Jeju, Korea Selatan. Di dalam bahasa Korea, mereka disebut juga Haenyeo yang berarti wanita laut. Yak ! Para Haenyeo ini merupakan penyelam wanita yang tangguh. Mereka menyelam sebagai sumber pendapatan yang baik bagi wanita di Pulau Jeju. Sehari-hari mereka terjun ke kedalaman laut  termasuk ketika pada musim dingin untuk mencari apa pun yang dapat dimakan atau dijual untuk menghidupi keluarga mereka.
Belum diketahui persis kapan pertama kali penyelam wanita muncul, namun adapun bukti-bukti kuil kuno yang menghormati penyelam wanita menunjukkan bahwa mereka mulai mengumpulkan makanan dari laut sebelum Masehi. Dokumen sejarah dari masa Tiga Kerajaan (abad ke-4 dan ke-7) juga menyebutkan penyelam wanita Jeju.
Haenyeo juga mengubah pandangan dan pendapat orang tentang perempuan di abad 18 dan 19. Pria tidak lagi menjadi kepala rumah tangga yang harus menjadi tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah. Para Haenyeo ini bekerja sepanjang 10-12 hari jam sementara para pria tinggal di rumah, sehingga pada umumnya masyarakat di Pulau Jeju berdoa untuk kelahiran seorang bayi perempuan.
Secara tradisional, masyarakat Korea bercita-cita untuk memiliki bayi laki-laki , karena hanya seorang pria dianggap sebagai kepala keluarga , tapi tidak untuk di Pulau Jeju. Di sini , kelahiran seorang bayi perempuan itu sangat dihargai sehingga mereka mempunyai pepatah yang berbunyi:

“Memiliki seorang bayi perempuan, maka kami akan mengadakan pesta barbekyu daging babi. Memiliki bayi laki-laki,  maka kami akan menendang pantatnya.”

Hal ini disebabkan perempuan yang bekerja dari pagi sampai malam setiap hari dan wanita memegang peranan khusus di mata masyarakat Jeju . Hebat ya, Chingu .. 0.0
Dahulu, rutinitas umum cewek Jeju-Do ini yang dilakukan adalah pergi bertani, menyelam, dan kembali bertani. Karena kehidupannya sehari-hari melelahkan, ada pepatah:

“Akan lebih baik terlahir menjadi sapi daripada seorang wanita”.

Konon sampai abad ke-19, pekerjaan menyelam ini sebenarnya masih didominasi oleh kaum pria. Nah, cuma pekerjaan ini tidak begitu menguntungkan bagi lelaki karena mereka harus menanggung beban pajak, sementara wanita tidak. Hal ini membuat wanita mengambil alih pekerjaan menyelam (yang dianggap sebagai pekerjaan kelas rendah) dikarenakan kebutuhan yang besar akan produk dan hasil laut di Jeju. Fakta lainnya bahwa wanita cenderung lebih dapat bertahan lama dan bisa menjaga kehangatan tubuh saat menyelam dibanding laki-laki karena mereka memiliki lemak tubuh yang lebih banyak.
Para Haenyeo telah menyelam tanpa perlengkapan dan peralatan lengkap yang biasanya dilakukan untuk menyelam. Dengan bermodalkan keuntungan dari pekerjaan mereka ini, Haenyeo menggunakan perlengkapan yang masih terbilang sederhana. Kita bisa melihat perlengkapan dan peralatan yang sederhana ya Chingu.
Kemudian peralatan yang digunakan yaitu mata yang terdiri dari mata kecil mirip dengan kacamata renang dan mata besar dengan satu lensa besar. Taewak (simbol dari Haenyeo) berbahan polystyrene dan berfungsi sebagai pelampung serta panduan Haenyeo ketika akan menyelam lebih dalam.
Sedangkan, mangsiri  yang berupa jaring bulat besar dan terbuat dari nilon. Bitchang digunakan untuk mengambil abalone dari bebatuan. Junggae Weeding Hoe merupakan alat yang menyerupai sabit untuk memotong dan mengumpulkan seaweed, gulfweed, and gamta. Gongjaengi, sebuah alat yang digunakan untuk menghubungkan sebuah gamtae (tanaman laut) yang telah didorong ke pantai oleh angin.
Rake ini digunakan saat penyelam adalah mengumpulkan rumput laut (coklat) ke atas perahu. Gakji, hampir serupa dengan cangkul penyiangan, alat ini digunakan untuk mengambil kerang abalone dari celah-celah bukit batu.


C. Film Sebagai Akulturasi Budaya  

Budaya berasal dari bahasa sansekerta yakni buddhayah yang memilikiarti segala sesuatu yang berhubungan dengan akal dan budi manusia. Secara umum, budaya berarti cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Perbedaan antara suku, agama, politik, bahasa, pakaian, karya seni, dan bangunan akan membentuk suatu budaya.

Budaya merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yakni meliputi, sejarah yang menyoroti asal suatu budaya dan memberitahukan anggotanya apa yang dianggap penting dan mengidentifikasi prestasi suatu budaya yang pantas dibanggakan, agama yang berfungsi secara sadar maupun tidak dapat berdampak pada semua hal mulai dari praktik bisnis, politik dan kode etik, nilai merupakan fitur lain dari suatu budaya yang berguna untuk menentukan bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku, organisasi sosial mewakili unit sosial yang beraneka ragam yang terkandung dalam budaya seperti keluarga atau sekolah, dan Bahasa juga merupakan fitur lain yang umum pada setiap budaya dan berperan dalam berbagi pikiran, perasaan dan informasi juga Bahasa merupakan metode utama dalam menyebarkan budaya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Budaya berarti sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya dimana cenderung menunjuk kepada cara berpikir manusia”.

Terjadinya akulturasi antar budaya yang merupakan suatu proses social yang muncul saat terjadi penyatuan dua budaya yang berbeda menjadi budaya yang baru tanpa menghilangkan usur budaya lama, dimana budaya Indonesia dan budaya Korea Selatan menyatu menciptakan budaya baru. Budaya baru yang biasa disebut dengan Hallyu Wave yang di dalamnya sudah termasuk Korean Pop (K-Pop), film atau drama, kuliner, musik dan tari, dan hal-hal yang berhubungan dengan K-Pop. Masyarakat Indonesia yang mengadopsi budaya K-Pop cenderung mengikuti artis atau penyanyi idolanya, bisa dibilang bahwa artis maupun penyanyi-penyanyi Korea memiliki wajah yang tampan dan cantik juga bentuk tubuh yang indah. Akulturasi budaya Indonesia dan budaya Korea pertama kali masuk di Indonesia pada acara Korea-Japan World Cup 2002 yang berakhir dengan masuknya Korea sebagai kekuatan empat besar dunia dalam hal persepakbolaan semakin mempersohor Korea di mata dunia contohnya adalah beberapa waktu menjelang, selama, dan setelah hiruk pikuk World Cup, beberapa stasiun televisi swasta di tanah air gencar bersaing menayangkan film-film maupun sinetron-sinetron Korea. Bahkan, terdapat beberapa sinetron Korea yang ‘sukses’ di layar kaca, sebut saja Winter Sonata dan Endless Love. Kedua sinetron buatan negeri ginseng ini telah berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat  Indonesia. 

Bintang sinetron Korea telah menjadi idola di tanah air. (Suray Agung Nugroho, Staf Pengajar Prodi III Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya UGM)  

Hallyu Wave atau Korean Wave adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya Pop yang berasal dari Korea Selatan yang mendunia, Indonesia termasuk salah satu negara yang terkena penyebaran Hallyu Wave ini (Nastiti, 2010:3). 

Penggemar Korean Wave tidak hanya kalangan remaja, akan tetapi dari anak-anak hingga orang dewasa. Salah satu genre musik yang termasuk dalam Korean Wave ini adalah K-Pop atau Korean Pop, yang berasal dari Korea Selatan. Korean Pop pertama kali muncul pada sekitar tahun 1930 di Korea Selatan, kemudian berkembang pada tahun 1950 hingga 1960. Awal kemunculan K-Pop hanya dibagi menjadi beberapa genre atau jenis, yang terdiri dari oldies, jenis ini dipengaruhi oleh musik Barat dan populer pada sekitar tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970 musik rock mulai diperkenalkan. Tahun 2000, Big Bang dan Rain yang merupakan pendatang baru dari Korea Selatan muncul dengan aliran musik yang terinspirasi dari musik Amerika yaitu hiphop dan R&B. (tempo.co, 12 Februari 2013).

Generasi kelahiran 1990 akan menjawab dengan mudah apabila mendapat pertanyaan mengenai serial drama, musik, atau film Asia yang populer pada era generasinya. Drama, musik, atau film yang berasal dari Korea akan menjadi jawaban utama. Fakta dari fenomena ini menunjukkan bahwa budaya Korea telah berkembang dengan pesat hingga dikenal oleh masyarakat mancanegara (Nastiti, 2010: 2). 

Indonesia dianggap sebagai salah satu negara terpenting yang menjadi tujuan penyebaran budaya Korea, dikarenakan jumlah tenaga kerja yang berasal dari Indonesia yang bekerja di Korea cukup banyak. Demikian pula dengan jumlah warga Korea yang berinvestasi hingga kemudian memutuskan untuk tinggal di Indonesia. Kepala Program Studi Korea Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia berpendapat bahwa budaya Korea itu biasa saja, bahkan sama dengan budaya-budaya negara lain, yang membedakan adalah bangsa Korea kreatif mengemas dan memadukan budayanya sehingga menarik dan diminati oleh banyak orang. Selama sepuluh tahun terakhir, demam budaya Pop Korea melanda Indonesia. Berbeda dengan budaya Pop Jepang yang peminatnya didominasi oleh anak-anak dan remaja, budaya Pop Korea mampu menjangkau segala usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa menjadi penikmat budaya Pop Korea (Villia, 2012:3). 

Masuknya kebudayaan Korea di Indonesia diawali dengan adanya Korean Drama atau K-Drama yang berjudul Endless Love ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia pada tahun 2002. Film dan Drama Korea selain mengangkat gaya realis dalam skenarionya juga banyak karya - karya film Korea yang mengangkat alur cerita yang dibumbui mitos. walaupun hanya mitos - mitos umum yang banyak tersebar di belahan dunia tetapi mitos tersebut serasa hidup dalam dramatik film Korea. Salah satu contoh terbarunya adalah film Drama Korea ‘The Legend Of The Blue Sea’, yang mengangkat kehidupan mitologi putri duyung di Korea.   




 Drama Korea ‘The Legend Of The Blue Sea’
 


Sumber ;
  1. Jung, Min-kyung (30 Mei 2016). "Lee Min-ho, Jun Ji-hyun to star together". The Korea Herald. Diakses tanggal 31 Mei 2016.
  2. ^ "'푸른 바다의 전설' 전지현표 인어는 어떨까.."수영 연습 中"". Korea Times. 11 Agustus 2016.
  3. ^ https://www.dramafever.com/news/the-legend-of-the-blue-sea-reveals-first-ever-dual-role-for-lee-min-ho/
  4. ^ Kil, Sonia (30 Mei 2016). "Gianna Jun and Lee Min-ho to Star in Korean TV Series 'Blue Sea'". Variety. Diakses tanggal 31 Mei 2016.

 

Festival Keraton Nusantara 2019 Luwu Palopo

   Festival Keraton Nusantara (FKN) XIII tahun 2019 Tana Luwu . Festival Keraton Nusantara atau FKN adalah sebuah pameran...