PART #1
Kajian Film Korea dalam Analisis Kontekstual
Pembuatan film merupakan proses membuat film dari sebuah ide yang tertuang kedalam selembar kertas yang disebut naskah skenario, dari naskah kemudian melakukan perekaman syuting, mengarahkan, mengedit, dan terakhir melakukan penyaringan produk menjadi sebuah film.
Drama Korea Let's Fight Ghost
Drama Korea Let's Fight Ghost
Beberapa teori mengatakan film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa sebuah zaman masyarakat pada saat itu. Tetapi film secara umum adalah media komunikasi yang dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat dan jika dilakukan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat membentuk karakter suatu bangsa. Pemahaman inilah yang dipahami secara mendalam oleh pemerintah Korea Selatan. Seperti yang ditulis oleh Dal Yong Jin dalam artikelnya yang berjudul “Cultural politics in Korea's contemporary films under neoliberal globalization” pada tahun 2006. Berikut ini adalah paparan artikel tersebut:
For instance, the Park regime launched the first five-year master plan for cultural development to be implemented during the period 1974–9, which was the first comprehensive long-term plan for cultural policy. A major priority of this plan was to establish a new cultural identity by highlighting a specific cultural tradition. The plan mainly targeted folk arts and traditional culture (Ministry of Culture and Information, 1979: 228; Yim, 2002: 40). The Chun regime also pursued comprehensive plans for cultural policy, and one of the main cultural policy goals in these plans was to establish Korean cultural identity (Ministry of Culture and Information, 1986).
Film mempunyai pengertian sebagai rekaman citra bergerak pada seluloid, pada pita video, piringan leser, atau bahan perekam apa pun yang dapat ditemukan kemudian yang penayangannya dengan proyeksi rekaman tersebut (Effendi, 2002:5). Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1989:305) dijelaskan bahwa film adalah serangkaian gambar yang diambil dari objek yang bergerak. Menurut Aripurnami, film merupakan media ekspresi yang sangat strategis untuk menyampaikan suatu pesan dan mampu mengarahakan perhatian serta membentuk opini masyarakat (Aripurnami, 1990:1). Tidak jauh berbeda dengan pengertian film dalam Bahasa Indonesia, pengertian film dalam Bahasa Korea adalah
“일정한 의미를 갖고 움직이는 대상을 촬영하여 영사기로 영사막에 재현하는 종합 예술”.
Memiliki arti sebagai seni umum untuk mereproduksi proyektor dan layar proyeksi untuk mengambil objek bergerak. Dalam hal ini Bahasa Korea memiliki kosakata khusus dalam bidang perfilman yang tidak ditemukan dalam bidang pekerjaan lain. Karena kekhasan kosakata tersebut menarik untuk diteliti lebih dalam. Pertimbangan lain yang mendorong penulis untuk memilih topik ini adalah belum adanya penelitian perfilman Korea Selatan dilihat dari segi bahasa dan sepanjang pengetahuan penulis, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang khusus membicarakan register film Korea Selatan.
Penelitian mengenai film telah banyak dilakukan untuk menempuh jenjang sarjana. Analisis Ekspresi Marah Dalam Film 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti) sebuah Kajian Pragmatik oleh Danu Suprobo (2012) dalam penelitiannya menganalisis ekspresi marah dalam film Korea yang berjudul 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti). Analisis ungkapan marah dalam bentuk kalimat berita seorang guru terhadap muridnya, seorang murid terhadap teman-temannya, dan ungkapan marah wakil kepala sekolah terhadap seorang guru. Analisis tersebut juga diungkapkan dalam bentuk kalimat tanya berupa ekspresi marah seorang guru kepada muridnya, wakil kepala sekolah kepada kepala sekolah, ungkapan marah seorang ibu kepada guru, ungkapan marah guru kepada salah satu anggota Dewan Komite Sekolah, dan seorang murid yang marah kepada ibunya sendiri.
Drama Korea The Legend of The Blue Sea
Penelitian mengenai film telah banyak dilakukan untuk menempuh jenjang sarjana. Analisis Ekspresi Marah Dalam Film 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti) sebuah Kajian Pragmatik oleh Danu Suprobo (2012) dalam penelitiannya menganalisis ekspresi marah dalam film Korea yang berjudul 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti). Analisis ungkapan marah dalam bentuk kalimat berita seorang guru terhadap muridnya, seorang murid terhadap teman-temannya, dan ungkapan marah wakil kepala sekolah terhadap seorang guru. Analisis tersebut juga diungkapkan dalam bentuk kalimat tanya berupa ekspresi marah seorang guru kepada muridnya, wakil kepala sekolah kepada kepala sekolah, ungkapan marah seorang ibu kepada guru, ungkapan marah guru kepada salah satu anggota Dewan Komite Sekolah, dan seorang murid yang marah kepada ibunya sendiri.
Drama Korea The Legend of The Blue Sea
Akbar Purna Yoga (2014) yang berjudul Sapaan Dalam Film „챔프‟ (Champ) „울학교 이티 (My English Teacher), Dan „주먹이 운다‟ (Crying Fist) menjelaskan bahwa orang Korea masih memegang teguh ajaran konfusianisme sebagai prinsip moral dan etika dalam bersosialisasi. Hal ini terlihat saat memilih bentuk sapaan yang digunakan oleh orang Korea, yaitu „친척호징‟ (Kinship Terms), „친척호징의 은유적 사용‟ (Metaphorical Kinship Terms), „어린이 중심호칭‟ (Teknomyny), „개인 이름‟ (Personal Name), „대명사‟ (Pronoun). Kemudian skripsi lain tentang film adalah Analisis Unsur-Unsur Interinsik Dalam Film Korea „아기와 나‟ (Agi Wa Na) yang disusun oleh Farid Afandi (2013) menjelaskan film „아기와 나‟ (Agi Wa Na) sebagai objek penelitian dan teori unsur-unsur interinsik berupa tema (theme), alur (plot), tokoh (character), dan latar (setting).
Secara etimologis, sosiolinguistik berasal dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial. Sementara itu, linguistik adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur bahasa tanpa mengkaji konteks sosial tempat struktur itu dipelajari atau digunakan. Jadi, sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri dan fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94 dalam Chaer dan Leonie, 1995:4).
Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, , sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Variasi bahasa menurut Soewito (1985:29) adalah jenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa mengabaikan kaidahkaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Halliday (dalam Chaer, 1995:81) membedakan variasi bahasa berdasarkan
(a) pemakainya, yang disebut dialek dan
(b) pemakaian, yang disebut register.
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaiannya disebut register. Register adalah salah satu bentuk gejala variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan bidang pemakaian. Wardough (1986:48) menyatakan bahwa register adalah seperangkat kosakata yang berhubungan dengan bidang pekerjaan atau kelompok sosial tertentu, misalnya pemakaian kosakata yang berbeda antara penjual obat, pemusik, dan jurnalis.
Register merupakan kumpulan jargon, yaitu kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan (lingkungan) tertentu (Kridalaksana, 2007:87). Soewito (1985:25) mengatakan bahwa register merupakan bentuk variasi bahasa yang digunakan saat ini, tergantung pada apa yang sedang
dikerjakan dan sifat kegiatannya. Leksikon adalah istilah teknis untuk komponen bahasa. Komponen bahasa yang dimuat dalam leksikon adalah semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Dengan kata lain, leksikon berarti perbendaharaan kata atau kosakata. Ia biasanya didaftar dan disusun dengan penjelasan yang singkat dan praktis. Menurut Kridalaksana (1990:114) leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakain kata dalam suatu bahasa.
*************** bersambung...... pesawatnya dah datang :v sumber dan kajiannya menyusul :3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar