Blog ini berisi Rangkuman - rangkuman buku yang berfungsi sebagai referensi dan sumber untuk mahasiswa - mahasiswa di bidang televisi dan film. berhubung kurangnya bahan mengenai penelitian film dalam bentuk bahasa Indonesia, saya beralasan membuat blog ini. banyak buku - buku dalam aliran Seni Rupa yang berkaitan erat dengan film - film , misalnya aliran Surrealisme yang sering digunakan dalam film fantasi maupun horror.
Rabu, 15 November 2017
Selasa, 14 November 2017
Kajian Drama Korea
Daripada suntuk di bandara Denpasar Bali, mungkin beberapa tulisan dan Sumber ini bermanfaat bagi yang akan mengkaji mengenai Drama Korea :3
PART #1
Akbar Purna Yoga (2014) yang berjudul Sapaan Dalam Film „챔프‟ (Champ) „울학교 이티 (My English Teacher), Dan „주먹이 운다‟ (Crying Fist) menjelaskan bahwa orang Korea masih memegang teguh ajaran konfusianisme sebagai prinsip moral dan etika dalam bersosialisasi. Hal ini terlihat saat memilih bentuk sapaan yang digunakan oleh orang Korea, yaitu „친척호징‟ (Kinship Terms), „친척호징의 은유적 사용‟ (Metaphorical Kinship Terms), „어린이 중심호칭‟ (Teknomyny), „개인 이름‟ (Personal Name), „대명사‟ (Pronoun). Kemudian skripsi lain tentang film adalah Analisis Unsur-Unsur Interinsik Dalam Film Korea „아기와 나‟ (Agi Wa Na) yang disusun oleh Farid Afandi (2013) menjelaskan film „아기와 나‟ (Agi Wa Na) sebagai objek penelitian dan teori unsur-unsur interinsik berupa tema (theme), alur (plot), tokoh (character), dan latar (setting).
Secara etimologis, sosiolinguistik berasal dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial. Sementara itu, linguistik adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur bahasa tanpa mengkaji konteks sosial tempat struktur itu dipelajari atau digunakan. Jadi, sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri dan fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94 dalam Chaer dan Leonie, 1995:4).
Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, , sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Variasi bahasa menurut Soewito (1985:29) adalah jenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa mengabaikan kaidahkaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Halliday (dalam Chaer, 1995:81) membedakan variasi bahasa berdasarkan
(a) pemakainya, yang disebut dialek dan
(b) pemakaian, yang disebut register.
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaiannya disebut register. Register adalah salah satu bentuk gejala variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan bidang pemakaian. Wardough (1986:48) menyatakan bahwa register adalah seperangkat kosakata yang berhubungan dengan bidang pekerjaan atau kelompok sosial tertentu, misalnya pemakaian kosakata yang berbeda antara penjual obat, pemusik, dan jurnalis.
Register merupakan kumpulan jargon, yaitu kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan (lingkungan) tertentu (Kridalaksana, 2007:87). Soewito (1985:25) mengatakan bahwa register merupakan bentuk variasi bahasa yang digunakan saat ini, tergantung pada apa yang sedang
dikerjakan dan sifat kegiatannya. Leksikon adalah istilah teknis untuk komponen bahasa. Komponen bahasa yang dimuat dalam leksikon adalah semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Dengan kata lain, leksikon berarti perbendaharaan kata atau kosakata. Ia biasanya didaftar dan disusun dengan penjelasan yang singkat dan praktis. Menurut Kridalaksana (1990:114) leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakain kata dalam suatu bahasa.
*************** bersambung...... pesawatnya dah datang :v sumber dan kajiannya menyusul :3
PART #1
Kajian Film Korea dalam Analisis Kontekstual
Pembuatan film merupakan proses membuat film dari sebuah ide yang tertuang kedalam selembar kertas yang disebut naskah skenario, dari naskah kemudian melakukan perekaman syuting, mengarahkan, mengedit, dan terakhir melakukan penyaringan produk menjadi sebuah film.
Drama Korea Let's Fight Ghost
Drama Korea Let's Fight Ghost
Beberapa teori mengatakan film adalah arsip sosial yang menangkap jiwa sebuah zaman masyarakat pada saat itu. Tetapi film secara umum adalah media komunikasi yang dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat dan jika dilakukan terus-menerus dalam waktu yang lama dapat membentuk karakter suatu bangsa. Pemahaman inilah yang dipahami secara mendalam oleh pemerintah Korea Selatan. Seperti yang ditulis oleh Dal Yong Jin dalam artikelnya yang berjudul “Cultural politics in Korea's contemporary films under neoliberal globalization” pada tahun 2006. Berikut ini adalah paparan artikel tersebut:
For instance, the Park regime launched the first five-year master plan for cultural development to be implemented during the period 1974–9, which was the first comprehensive long-term plan for cultural policy. A major priority of this plan was to establish a new cultural identity by highlighting a specific cultural tradition. The plan mainly targeted folk arts and traditional culture (Ministry of Culture and Information, 1979: 228; Yim, 2002: 40). The Chun regime also pursued comprehensive plans for cultural policy, and one of the main cultural policy goals in these plans was to establish Korean cultural identity (Ministry of Culture and Information, 1986).
Film mempunyai pengertian sebagai rekaman citra bergerak pada seluloid, pada pita video, piringan leser, atau bahan perekam apa pun yang dapat ditemukan kemudian yang penayangannya dengan proyeksi rekaman tersebut (Effendi, 2002:5). Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1989:305) dijelaskan bahwa film adalah serangkaian gambar yang diambil dari objek yang bergerak. Menurut Aripurnami, film merupakan media ekspresi yang sangat strategis untuk menyampaikan suatu pesan dan mampu mengarahakan perhatian serta membentuk opini masyarakat (Aripurnami, 1990:1). Tidak jauh berbeda dengan pengertian film dalam Bahasa Indonesia, pengertian film dalam Bahasa Korea adalah
“일정한 의미를 갖고 움직이는 대상을 촬영하여 영사기로 영사막에 재현하는 종합 예술”.
Memiliki arti sebagai seni umum untuk mereproduksi proyektor dan layar proyeksi untuk mengambil objek bergerak. Dalam hal ini Bahasa Korea memiliki kosakata khusus dalam bidang perfilman yang tidak ditemukan dalam bidang pekerjaan lain. Karena kekhasan kosakata tersebut menarik untuk diteliti lebih dalam. Pertimbangan lain yang mendorong penulis untuk memilih topik ini adalah belum adanya penelitian perfilman Korea Selatan dilihat dari segi bahasa dan sepanjang pengetahuan penulis, dan sampai saat ini belum ada penelitian yang khusus membicarakan register film Korea Selatan.
Penelitian mengenai film telah banyak dilakukan untuk menempuh jenjang sarjana. Analisis Ekspresi Marah Dalam Film 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti) sebuah Kajian Pragmatik oleh Danu Suprobo (2012) dalam penelitiannya menganalisis ekspresi marah dalam film Korea yang berjudul 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti). Analisis ungkapan marah dalam bentuk kalimat berita seorang guru terhadap muridnya, seorang murid terhadap teman-temannya, dan ungkapan marah wakil kepala sekolah terhadap seorang guru. Analisis tersebut juga diungkapkan dalam bentuk kalimat tanya berupa ekspresi marah seorang guru kepada muridnya, wakil kepala sekolah kepada kepala sekolah, ungkapan marah seorang ibu kepada guru, ungkapan marah guru kepada salah satu anggota Dewan Komite Sekolah, dan seorang murid yang marah kepada ibunya sendiri.
Drama Korea The Legend of The Blue Sea
Penelitian mengenai film telah banyak dilakukan untuk menempuh jenjang sarjana. Analisis Ekspresi Marah Dalam Film 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti) sebuah Kajian Pragmatik oleh Danu Suprobo (2012) dalam penelitiannya menganalisis ekspresi marah dalam film Korea yang berjudul 울학교 이티 (Ulhakkyo Iti). Analisis ungkapan marah dalam bentuk kalimat berita seorang guru terhadap muridnya, seorang murid terhadap teman-temannya, dan ungkapan marah wakil kepala sekolah terhadap seorang guru. Analisis tersebut juga diungkapkan dalam bentuk kalimat tanya berupa ekspresi marah seorang guru kepada muridnya, wakil kepala sekolah kepada kepala sekolah, ungkapan marah seorang ibu kepada guru, ungkapan marah guru kepada salah satu anggota Dewan Komite Sekolah, dan seorang murid yang marah kepada ibunya sendiri.
Drama Korea The Legend of The Blue Sea
Akbar Purna Yoga (2014) yang berjudul Sapaan Dalam Film „챔프‟ (Champ) „울학교 이티 (My English Teacher), Dan „주먹이 운다‟ (Crying Fist) menjelaskan bahwa orang Korea masih memegang teguh ajaran konfusianisme sebagai prinsip moral dan etika dalam bersosialisasi. Hal ini terlihat saat memilih bentuk sapaan yang digunakan oleh orang Korea, yaitu „친척호징‟ (Kinship Terms), „친척호징의 은유적 사용‟ (Metaphorical Kinship Terms), „어린이 중심호칭‟ (Teknomyny), „개인 이름‟ (Personal Name), „대명사‟ (Pronoun). Kemudian skripsi lain tentang film adalah Analisis Unsur-Unsur Interinsik Dalam Film Korea „아기와 나‟ (Agi Wa Na) yang disusun oleh Farid Afandi (2013) menjelaskan film „아기와 나‟ (Agi Wa Na) sebagai objek penelitian dan teori unsur-unsur interinsik berupa tema (theme), alur (plot), tokoh (character), dan latar (setting).
Secara etimologis, sosiolinguistik berasal dari kata sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses-proses sosial. Sementara itu, linguistik adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur bahasa tanpa mengkaji konteks sosial tempat struktur itu dipelajari atau digunakan. Jadi, sosiolinguistik merupakan ilmu yang mempelajari ciri dan pelbagai variasi bahasa, serta hubungan di antara para bahasawan dengan ciri dan fungsi variasi bahasa itu di dalam suatu masyarakat bahasa (Kridalaksana, 1978:94 dalam Chaer dan Leonie, 1995:4).
Abdul Chaer (2004:2) berpendapat bahwa intinya sosiologi itu adalah kajian yang objektif mengenai manusia di dalam masyarakat, mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, , sedangkan pengertian linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disipliner yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.
Variasi bahasa menurut Soewito (1985:29) adalah jenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa mengabaikan kaidahkaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Halliday (dalam Chaer, 1995:81) membedakan variasi bahasa berdasarkan
(a) pemakainya, yang disebut dialek dan
(b) pemakaian, yang disebut register.
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaiannya disebut register. Register adalah salah satu bentuk gejala variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan bidang pemakaian. Wardough (1986:48) menyatakan bahwa register adalah seperangkat kosakata yang berhubungan dengan bidang pekerjaan atau kelompok sosial tertentu, misalnya pemakaian kosakata yang berbeda antara penjual obat, pemusik, dan jurnalis.
Register merupakan kumpulan jargon, yaitu kosakata khusus yang dipergunakan dalam bidang kehidupan (lingkungan) tertentu (Kridalaksana, 2007:87). Soewito (1985:25) mengatakan bahwa register merupakan bentuk variasi bahasa yang digunakan saat ini, tergantung pada apa yang sedang
dikerjakan dan sifat kegiatannya. Leksikon adalah istilah teknis untuk komponen bahasa. Komponen bahasa yang dimuat dalam leksikon adalah semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Dengan kata lain, leksikon berarti perbendaharaan kata atau kosakata. Ia biasanya didaftar dan disusun dengan penjelasan yang singkat dan praktis. Menurut Kridalaksana (1990:114) leksikon adalah komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakain kata dalam suatu bahasa.
*************** bersambung...... pesawatnya dah datang :v sumber dan kajiannya menyusul :3
Rabu, 08 November 2017
Archetype pada Film Harry Potter
Analisis Psikologi Film
Archetype Tokoh Harry
Potter dalam Film Harry Potter episode Deathly Hollow
Oleh; Cahya Surya Harsakya
Pengantar
Analisis film merupakan suatu kajian
yang menganalisa bagaimana isi atau kandungan makna dalam film tersebut. Film dibuat
dengan tujuan sebagai penyampaian pesan kepada khalayak ramai dan membentuk
suatu opini public. Film mempunyai pengertian sebagai rekaman citra bergerak
pada seluloid, pada pita video, piringan leser, atau bahan perekam apa pun yang
dapat ditemukan kemudian yang penayangannya dengan proyeksi rekaman tersebut
(Effendi, 2002:5). Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia (1989:305) dijelaskan
bahwa film adalah serangkaian gambar yang diambil dari objek yang bergerak.
Menurut Aripurnami, film merupakan media ekspresi yang sangat strategis untuk menyampaikan
suatu pesan dan mampu mengarahakan perhatian serta membentuk opini masyarakat
(Aripurnami, 1990:1).
Film Harry Potter episode Deathly
Hollow memiliki banyak tanda-tanda yang merepresentasikan
suatu pesan yang tersembunyi oleh visualisasi – visualisasi yang imajinatif dan
dikemas oleh lagu-lagu yang mengundang kesan horror sehingga membuat film ini
memiliki tanda yang bisa dikaji secara psikologi tokoh melalui archetype. Film Harry Potter episode Deathly Hollow dapat dikaji lebih jauh tentang makna yang
tersembunyi pada film tersebut dan menafsirkannya. Kajian archetype magicion yang ada pada tokoh utama film ini yaitu Harry
Potter. Diutarakan oleh Van Zoest, Film menuturkan ceritannya dengan cara
khususnya sendiri (Sobur, 2009: 130). Dengan begitu peneliti akan meneliti
dibantu dengan analisis semiotika dari Roland Barthes yang meneliti makna
dibalik tanda - tanda yang ada pada film. Adapun teori semiotika Roland Barthes
yang dipakai karena dirasa teori ini sesuai dan mendukung kajian ini.
Archetype
“The invisible patterns in the mind that control how we experience the world” (Pearson, 1991)
“Narrative structures,
themes,and defineable characters that if achived, give us temporary sense of
success, fulfillment, and statisfaction” (Pearson&Marr,2002)
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dikatakan bahwa archetype adalah:
Struktur, tema, atau karakter
utama yang merepresentasikan diri seseorang, yang mempengaruhi cara individu
mempersepsikan pengalamannya, yang menggambarkan kebutuhan dasar individu yang
berusaha dipenuhi.
Archetype mengkomunikasikan
dan mendasari pengekspresian keinginan-keinginan dasar, arti dan tujuan hidup,
dan motivasi seseorang, dimana dalam pengekspresiaan tersebut, setiap individu
mempunyai gaya, dan kekhasan masing-masing, yang berbeda satu sama lain
tergantung archetype yang dominan dan aktif dalam diri individu.
Fungsi dari archetype sendiri bagi individu adalah mempengaruhi cara
pandang seorang individu terhadap sebuah kejadian, terhadap diri sendiri,
kebutuhannya, dan apa yang kita mau, apa yang mau kita pelajari, dan lain-lain;
selain itu archetype juga yang membantu seseorang dalam menemukan pemenuhan
keinginan dasarnya sehingga adanya kepuasan dalam hidup.
Terdapat dua belas archetype, dengan
setiap archetype terdapat informasi berupa gambaran umum, bagaimana individu
dengan archetype yang aktif tersebut menghadapi dan menyelesaikan masalah,
kecenderungan apa yang terjadi jika archetype tersebut dominan dalam diri
seorang individu, cerita-cerita yang bagaimana yang menarik individu
disesuaikan dengan archetype, tipe kepemimpinan, dan kebutuhan terdasar yang
menjadi landasan motivasi individu dalam melakukan sesuatu.
Ke-12 jenis archetype itu adalah innocent, orphan, warrior,
caregiver, seeker, lover, destroyer, creator, ruler, magician, sage, dan jester.
Dalam film Harry Potter episode Deathly Hollow, motivasi untuk membuat takut dan kengerian pada penonton ditunjukkan dengan tekanan akan horror pembunuhan dan ancaman kepada seluruh Guru, staf dan murid Hogwarts. ancaman yang dilakukan oleh Voldemort, karena Hogwarts tidak memihak kepada Voldemort , untuk menyerahkan Harry Potter.
https://cinemapoetica.com/harry-potter-and-the-deathly-hallows-part-2-seruan-menuju-kematian-yang-abadi/.
The Magician
Individu dengan archetype magician
adalah individu yang karismatik, dan mempunyai kemampuan natural seakan-akan
dapat menyembuhkan dan menenangkan sesuatu yang terpecah belah, menyatukan
orang-orang di balik sebuah visi yang sama, dan visi tersebut masih dalam
batasan real. Individu magician percaya bahwa struktur kesadaran yang memegang
kendali atas apa yang terjadi dalam hidup, biasanya sangat memegang teguh pada
kesadaran diri, doa, meditasi, dan metode tertentu lainnya dalam mempertahankan
dan mencapai tujuan diri. Pada dasarnya, individu magician percaya bahwa
kejadian buruk mungkin saja dialami atau diketahui oleh manusia, yang
terpenting adalah bagaimana manusia dengan kecerdasannya mencoba mengerti
dengan cara menyeimbangkan antara pikiran, alam, dan roh.
Jika dihadapkan pada masalah, hal
pertama yang akan dilakukan oleh individu ini adalah mengubah cara bersikap,
memperluaskan prespektif diri, dan menyesuaikan sikap diri untuk menciptakan
efek yang dapat mengubah keseluruhan sistem. Individu ini juga biasanya
langsung menggambarkan situasi atas sebuah masalah, dan memikirkan bagaimana
caranya untuk membantu dengan solusi selama solusi tersebut dipercaya tulus dan
baik, maka magician percaya masalah akan dapat diselesaikan.
Individu dengan archetype magician
cenderung memperhatikan hal-hal kecil, dan kebetulan kemudian memberikan arti
pada kejadian tersebut. Individu ini juga tertarik pada bagaimana sesuatu
terjadi secara metafisika atau spiritual dan juga menurut prespektif sains.
Terkadang hal ini membuat individu terlihat melewatkan sesuatu yang nyata, dan
terlihat kehilangan akal sehat karena ketertarikannya pada prespektif
spiritual.
Individu magician juga mempunyai
kecenderungan untuk percaya terlalu berlebih pada hal-hal spiritual karena
keinginan mereka untuk mempunyai sebuah kekuatan spiritual dan magis. Magician
juga biasanya dapat menggunakan karismanya untuk memanipulasi orang lain dan
menyenangkan orang lain dengan ekspektasi yang berdasarkan kepercayaan dan
prespektif spiritual yang dipercaya oleh magician.
Magician biasanya menyukai dan
menikmati cerita-cerita dimana terdapat cerita atau dongeng magis dimana
terdapat kekuatan kekuatan magis yang digunakan untuk menaklukkan kejahatan
atau mengubah situasi. Individu magician juga menikmati cerita-cerita dimana
terdapat individu dengan tugas membawa keajaiban, atau tugas-tugas yang
membantu orang banyak, sehingga mereka terisolasi, namun akhirnya menemukan
cintanya atau komunitasnya.
Tipe kepemimpinan magician adalah
mempunyai kemampuan untuk memberikan energi pada orang lain dengan cara
menginspirasikan mereka untuk jujur dan mengetahui apa mimpi dan tujuan
terdalam dan sejati yang ada dalam diri, dan bagaimana bekerja sama untuk
mengeluarkan mimpi dan tujuan tersebut menjadi nyata, seperti contoh tokoh
Martin Luther King Jr. Individu magician juga baik dalam mempertahankan
fleksibilitas dari struktur dan perilaku tanggung jawab dan respon dari
bawahannya. Individu dapat membentuk kerjasama yang sinergis dimana keseluruhan
lebih baik daripada beberapa.
Kebutuhan dasar: adalah mempunyai
visi, dan bekerjasama bagaimana mewujudkan visi tersebut menjadi realitas.
Individu Magician selalu ingin dilihat sebagai individu yang berkarisma dan
mempunyai visi, namun juga sedikit misterius dan tidak tertebak.
Sinopsis
Pencarian horcrux dari Part 1 diteruskan dengan melibatkan peran-peran penting dan juga usaha mencari titik lemah You-Know-Who, yang akhirnya mulai menemukan titik terang. Bukan hanya itu, rahasia lain mulai satu persatu terbongkar tanpa disengaja. Kekuatan Harry sebagai the boy who lived come to die makin terasah, apalagi Harry seperti berbagi pikiran dan kekuatan dengan Voldemort. Kemunculan kata-kata dari trailer Part 2tersebut seperti menjadi penekanan tentang gambaran film keseluruhan. Selain itu, perjalanan Harry menuju medan pertempuran dibayang-bayangi ancaman pasukan Voldemort untuk menghabisi Harry. Lalu tokoh-tokoh yang berperan penting dalam hidup Harry pun memunculkan jejaknya. Hal itu seperti membukakan jalan pada kematian yang konon disiapkan Voldemort untuk bocah yang paling dicari selepas kematian Dumbledore.
Munculnya orangtua Harry dan juga Sirius Black sebelum Harry memulai pertempurannya seperti memberikan kode-kode atas situasi yang mungkin dihadapi Harry. Di sisi lain, mungkin juga pertarungan Harry dengan Voldemort secara tidak ia sadari adalah ajang balas dendam atas apa yang telah menimpa orang terdekatnya. Alam bawah sadar Harry saat itu seperti mendorong dirinya sendiri untuk mengumpulkan keberanian melawan Voldemort. Munculnya sosok-sosok Lily, James dan Sirius seperti hanya dalam pikirannya saja, sama ketika ia bertemu Dumbledore. Pertanyaan Harry pada Dumbledore ”Apakah ini atau nyata?” dijawab dengan ”Semuanya ada di pikiranmu.” Ada keinginan dalam diri Harry yang begitu kuat untuk bertemu Dumbledore dengan segala kebingungan yang luar biasa atas apa yang harus ia lakukan.
Pada akhirnya, Dumbledore pun tetap menyerahkan semua keputusan di tangan Harry. Bangun dan kembali pada pertarungan yang mempertaruhkan hidupnya atau Harry bisa menyerah pada Voldemort tanpa mengadakan perlawanan dan melewati jembatan kematian itu dengan sambutan orang-orang terkasihnya yang lebih dulu tewas dengan tragis.
Bukan hanya seputar kematian dirinya yang menjadi taruhan, misteri kematian orang terdekat Harry satu persatu terbongkar kebenarannya dan juga membongkar misteri lainnya yang telah terkubur. Kebencian Harry atas matinya petinggi Hogwarts, Albus Dumbledore ternyata harus dibayar mahal dengan sebuah rahasia yang dibuka pasca kematian Snape. Tentunya tanpa membaca bukunya, ini merupakan salah satu kejutan apik di penghujung sepak terjang Severus Snape. Mendadak ada sedikit simpati yang muncul berbalik 180 derajat setelah sepanjang enam seri sebelumnya banyak kebencian yang muncul pada tokoh yang diperankan Alan Rickman ini.
Seruan kematian juga menghantui Hogwarts yang seolah redup dan tidak lagi bernyawa pasca kepemimpinan Snape. Guru, staf dan murid Hogwarts seolah kehilangan nyawa dan merasa terancam karena misteri keberadaan Harry. Sekembalinya Harry ke Hogwarts, ternyata ada kepanikan yang melanda karena mereka tahu pasti ada korban ketika Harry muncul. Namun, kepanikan atas serangan dementor dan pasukan Pangeran Kegelapan seolah memicu team Potter untuk mengentaskan nyawa Voldemort dan menjadikan Harry pahlawan sejatinya. Sayangnya, Harry Potter bukan lagi laki-laki lugu yang dibesarkan lewat latar sihir warna-warni. Ia tumbuh dalam kecaman penguasa abadi kegelapan yang konon tidak memberikannya pilihan untuk hidup atau mati, untuk menjadi pahlawan atau pengecut. Apakah mungkin kematian adalah jalan pintas yang abadi? Atau hanya sebagai jalan pembuka bagi seseorang untuk menyebut dirinya pahlawan?
Meskipun tidak banyak berekspektasi, tentu masih ada rasa ingin tahu yang besar tentang bagaimana pertarungan terakhir Harry dan Voldemort akan berlangsung. Sebagai bagian terakhir dari seri yang akan menutup perjalanan cerita Potter dan juga menutup akhir hidup dari salah satu tokohnya, pertarungan hebat diharapkan bisa menjadi tutupan megah. Sejak adegan pertama sebagai sambungan dari Part 1, suasana yang dibangun adalah kelam. Dengan warna yang ditampilkan penuh kegelapan, lalu ketika pertahanan Hogwarts dibangun dengan matera yang dibuat oleh para profesornya makin menambah kegelapan dan kekelaman yang terjadi. Pertarungan massal antara Potter versus Voldemort juga membuat penonton bergidik dan menyiapkan diri siapa pun bisa tewas dari pertarungan hebat itu.
Sayangnya pertarungan hebat yang selayaknya sarat dengan adegan berdarah-darah, yang mungkin sayang dilewatkan meski hanya satu detik saja. Pertarungan sepertinya terfokus pada hancurnya horcrux satu persatu dan juga usaha untuk menghabisi Nagini. Adegan ini beberapa kali dimunculkan, saat Ron & Hermione mengambil taring Basilisk sebagai salah satu senjata ampuh untuk menghabisi Nagini. Adegan tersebut cukup terasa efek dasyatnya sama seperti ketika tiara milik Rowena Ravenclaw musnah di Ruang Penyimpanan. dan juga saat Voldemort merasakan efek pasca hancurnya horcrux tersebut. Kedahsyatan pertarungan secara satu persatu itulah yang lebih terasa daripada pertarungan ketika Harry dan Voldemort berhadapan satu sama lain. Seolah energi mereka telah habis sebelum mereka berdua bertatap muka.
Charles Derry dalam bukunyaDark Dreams: A Psychological History of the Modern Horror Film(1977: 97) membagi genre horor dalam tiga subgenre, yaitu horror-of-personality(horor psikologis), horror-of-Armageddon(horor bencana), dan horror-of-the-demonic(horor hantu).
Dalam film Harry Potter episode Deathly Hollow memiliki 2 sub-Genre Horror sekaligus, yaitu
yaitu horror-of-personality(horor psikologis) dan horror-of-the-demonic.
melibatkan senjata tajam, seperti pisau, alat pemecah es,kampak,sabit rumput,gergaji mesindan sebagainya.
Genre Horror Dalam Film Harry Potter
Dalam film Harry Potter episode Deathly Hollow memiliki 2 sub-Genre Horror sekaligus, yaitu
yaitu horror-of-personality(horor psikologis) dan horror-of-the-demonic.
Horror-of-personality(horor psikologis)
horor psikologis, yang tidak lagi menjadikan tokoh-tokoh mitos, seperti vampir, iblis, dan monster sebagai tokoh utamanya.Dalam horor jenis ini, kita berhadapan dengantokoh-tokoh manusia biasa yang tampak normal, tetapi di akhir film mereka memperlihatkan sisi “iblis” atau “monster” mereka. Biasanya mereka adalah individu-individu yang “sakit jiwa” atau terasing secara sosial. juga dianggap memberikan model psikopat “sejati” yang kemudian akan muncul dalamfilm-film sesudahnya, terutama dengan adegan pembunuhan paling mencekam, yaitu adegan pembunuhan. Menurut Derry, adegan pembunuhan yang sarat dengan kengerian dan cipratan darah ini, kemudian menjadi inspirasi bagi jenis film horor slasheryang mengeksploitasi adegan kekerasan eksplisit yang melibatkan senjata tajam, seperti pisau, alat pemecah es,kampak,sabit rumput,gergaji mesindan sebagainya.
Guru, staf dan murid Hogwarts yang merasa terancam oleh Voldemort
Dalam film Harry Potter episode Deathly Hollow, motivasi untuk membuat takut dan kengerian pada penonton ditunjukkan dengan tekanan akan horror pembunuhan dan ancaman kepada seluruh Guru, staf dan murid Hogwarts. ancaman yang dilakukan oleh Voldemort, karena Hogwarts tidak memihak kepada Voldemort , untuk menyerahkan Harry Potter.
Horror-of-the-demonic
Film horor jenis ini menurut Derry, menawarkan tema tentang dunia (manusia) yang menderita ketakutan karena kekuatan setan menguasai dunia dan mengancam kehidupan umat manusia. Kekuatan Setan itu dapat berupa penampakan sosok spiritual, atau dapat pula muncul dalam sosok hantu, penyihir jahat,iblis, setan, dan sebagainya. Sebagai sebuah genre, film horor memiliki beberapa konvensi atau formula yang mencakup seting ruang dan waktu, tokoh, dan alur yang harus dipenuhi.
Sumber
Mark, M., Pearson, S. C. (2001). The hero and the outlaw: building extraordinary brandsthrough the power of archetypes. New York:
McGraw-Hill.
Pearson, S. C., Marr, H. K. (2002), Introduction to archetypes : a companion for understanding and
using the pearson-marr archetype. Florida: Center for
Applications of Psychological Type, Inc.
Pearson, S. C. (1991). Awakening the Heroes Within: Twelve Archetypes to Help Us Find
Ourselves and Transform Our World. New York: HarperCollins
Publishers.
Gambar :
Langganan:
Postingan (Atom)
Festival Keraton Nusantara 2019 Luwu Palopo
Festival Keraton Nusantara (FKN) XIII tahun 2019 Tana Luwu . Festival Keraton Nusantara atau FKN adalah sebuah pameran...
-
Perbedaan Naskah Film dan Naskah Drama Cahya Surya Harsakya. Diskripsi sebuah naskah menurut kamus besar bahasa Indonesia ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi sebuah pendidikan tinggi seni, khusus...
-
Gaya Penyutradaraan Sinema Ekspresionisme Film Streaming media jerman Ekspresionisme Corpse Bride Sinema Ekspresi...